Peringati Tragedi Mei 1998, Mahasiswa dan Ormas Sampaikan Petisi 21 Mei
Toni saat membacakan Petisi 21 Mei, didampingi oleh kordinator seluruh Elemen. Photo: B.Marajo
|
KutaiKartanegara.com - 22/05/2006 11:41 WITA
Acara Napak Tilas 21 Mei 1998 mengenang jatuhnya rezim otoriter dan militeri mantan Presiden Soeharto diperingati oleh elemen mahasiswa Unikarta dan organisasi kemasyarakatan Kutai Kartanegara (Kukar) di Monumen Pancasila Tenggarong, Sabtu (21/05) malam.
Acara yang diikuti oleh LSM Barisan Oposisi Murni (BOM), Komunitas Orang Pinggiran (KOPI) Kukar, Liga Mahasiswa Nasional Untuk Demokrasi (LMND), Gerakan Pemuda Asli Kalimantan Timur (GEPAK) Kukar, BPM dan BEM FISIP Unikarta ini dimulai dengan pemutaran Film Tragedi Berdarah Mei 1998 dilanjutkan dengan orasi yang disampaikan dari perwakilan masing-masing elemen.
Koordinator LSM BOM Efri Novianto dalam orasinya mengatakan, tergulingnya rezim Soeharto harus disyukuri. Karena selama pemerintahanya, kebebasan berbicara dan HAM dipasung dan dilecehkan. "Dan dengan napak tilas ini kita jadikan mahasiswa sebagai pengontrol pemerintahan," ujarnya.
Sementara Ketua BPM FISIP Unikarta Toni Nurhadi dalam orasinya mengatakan, sebagai generasi muda Indonesia sebaiknya waspada, karena banyak yang mengaku sebagai Reformis dan acap mengatasnamakan dan peduli kepada rakyat. "Padahal mereka yang mengakui aktivis–reformis itu ternyata dekat dengan para pejabat," tegasnya.
Toni juga menyayangkan di era reformasi ini masih banyak terjadi kasus pelanggaran HAM dan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Keadaan ini diperparah oleh kinerja institusi dan aparat penegak hukum yang masih lemah, tambah Toni.
Penandatanganan Petisi 21 Mei Photo: B.Marajo | | |
Sedangkan Presiden BEM Unikarta Fatahuddin mengatakan, semangat reformasi sudah jauh melenceng, seperti yang terjadi di Kukar. "Kabinet Pemerintahannya bukan lagi kabinet yang amanah, tapi Kabinet yang 'aman, ah'. Pejabat juga bukan lagi pejabat yang amanah tapi melainkan pejabat yang aman ah, seperti kasus ijazah palsu yang melibatkan pimpinan DPRD Kukar Joice Lidya yang sampai saat ini dia masih bisa 'aman' dan masih banyak lagi kasus yang ada di Kukar ini," tandasnya.
Usai berorasi masing–masing perwakilan sepakat mencetuskan Petisi 21 Mei yang ditandai dengan penandatanganan Petisi 21 Mei. Toni dari BPM Fisip kemudian membacakan isi Petisi 21 Mei tersebut yang di antaranya menyebutkan, kepada Pemerintah Pusat untuk tidak menghentikan kasus Soeharto dan kroninya.
Kemudian kepada pihak Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dan Kejaksaan Agung (Kejagung) RI untuk dapat mengusut kasus korupsi yang terjadi di Indonesia.
Sedang bagi Pemkab, diminta untuk melakukan transparansi APBD 2000-2005/2006 dan mempermudah masyarakat serta mahasiswa untuk mendapatkannya. "Kemudian aparat penegak hukum di Kukar untuk tidak segan-segan menyelidiki indikasi KKN dan pengguna ipal," ujarnya.
Usai upacara Napak Tilas Peristiwa Mei 1998 di Kukar, dilanjutkan pemutaran film layar tancap berjudul Soe Hok Gie. Almarhum Soe Hok Gie sendiri adalah aktifis mahasiswa Universitas Indonesia (UI) Jakarta atau lebih dikenal dengan sebutan Pahlawan Angkatan 66. (Nop/Byg)
|