Kajati Kaltim Sosialisasikan UU Tindak Pidana Korupsi
Kajati Kaltim Drs Santosa SH MH ketika menyosialisasikan UU Tindak Pidana Korupsi kepada pejabat Pemkab Kukar Photo: Agri
|
KutaiKartanegara.com - 17/02/2006 22:15 WITA
Produk hukum yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi sebenarnya telah ada sejak jaman penjajahan Belanda yang diatur dalam Wetboek van Straftrecht hingga era reformasi saat ini. Namun semua itu tampaknya belum maksimal untuk memberantas korupsi, karena hampir di setiap lini birokrasi telah terkontaminasi perilaku menyimpang ini.
Demikian hal tersebut disampaikan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Kalimantan Timur (Kaltim) Drs Santosa SH MH saat menyosialisasikan Undang-Undang (UU) tentang Tindak Pidana Korupsi di hadapan para pejabat teras di lingkungan Pemkab Kutai Kartanegara (Kukar) termasuk Wabup Drs H Samsuri Aspar MM, tadi pagi di Tenggarong.
Padahal, tambah Santosa, materi UU Anti Tindak Pidana Korupsi sudah sangat komprehensif, bahkan institusi yang menangani permasalahan korupsi pun sudah beragam. Disamping itu, subyek hukum dari UU anti korupsi seperti yang tertuang dalam UU No 31/1999 jo UU No 20/2001 tidak hanya ditujukan pada pejabat birokrat, tapi meluas hingga menyentuh perorangan swasta maupun badan hukum.
Kemudian terkait dengan pelaksanaan otonomi daerah, Kajati Kaltim Drs Santosa SH MH mengatakan bahwa sejak itu korupsi telah makin meluas dan melebar, tidak hanya dimonopoli birokrat, tetapi juga para politisi di pusat dan daerah.
Suasana kegiatan Sosialisasi UU Tindak Pidana Korupsi di Ruang Serba Guna Kantor Bupati Kukar, Tenggarong, Jum'at (17/02) pagi Photo: Agri | | |
"Dalam pelaksanaan otonomi daerah, praktek-praktek pelanggaran hukum dan penyalahgunaan wewenang yang pernah terjadi di tingkat pusat, justru ikut beralih ke dalam praktek pemerintahan di daerah-daerah di seluruh Indonesia," kata Santosa.
Sehingga, lanjutnya, tidak heran bila Indeks Persepsi Korupsi Indonesia pada tahun 2005 masih berada di peringkat bawah dengan skor 2,0 tepatnya pada peringkat 137 dari 159 negara di dunia.
Lebih lanjut Kajati Kaltim menguraikan 20 macam modus korupsi yang terjadi di pelbagai daerah di Indonesia, seperti korupsi pengadaan barang, pungli penerimaan pegawai atau kenaikan pangkat, bantuan fiktif, penyelewengan dana proyek, proyek fiktif, manipulasi ganti rugi tanah hingga korupsi waktu kerja.
Kajati Kaltim Santosa berharap kepada Pemkab Kukar melalui program Gerbang Dayaku Tahap II dapat meminimalkan terjadinya tindak pidana korupsi sehingga dapat menjadi contoh bagi daerah lain yang ingin menciptakan pemerintahan yang baik dan bersih. Demikian katanya.
Sementara Wabup Samsuri Aspar dalam sambutannya mengatakan menyambut baik digelarnya kegiatan sosialisasi yang dilakukan Kajati Kaltim dan rombongan, karena hal itu sejalan dengan visi-misi program Gerbang Dayaku Tahap II yakni menciptakan pemerintahan yang baik dan bersih melalui penegakan supremasi hukum.
Kunjungan kerja Kajati Kaltim Drs Santosa SH MH ke Tenggarong selama 2 hari ini didampingi dua asistennya yakni Asisten Tindak Pidana Umum Herman Rakhmad SH dan Asisten Tindak Pidana Khusus Abdul Hamid SH. Setelah dari Tenggarong, Kajati Kaltim dan rombongan kembali akan melakukan kegiatan yang sama di Kabupaten/Kota lainnya di provinsi Kaltim. (win)
|