UU ITE: Melindungi atau Mengekang Kebebasan Berpendapat di Media Sosial? Ketua GPM Wawan Amuji (kiri) bersama 3 narasumber Diskusi Publik UU ITE yakni Darwis Yusuf, Awang Yacoub Luthman dan Erwan Riyadi Photo: Istimewa
KutaiKartanegara.com - 09/12/2016 22:09 WITA
Para pengguna media sosial harus hati-hati jika ingin menyampaikan opini lewat media sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram dan lain sebagainya. Terlebih jika opini itu menjurus pada penghinaan atau pencemaran nama baik seseorang, maka siap-siap berurusan dengan hukum.
Hal ini disampaikan Kanit Eksus Sat Reskrim Polres Kukar IPTU Darwis Yusuf dalam kegiatan Diskusi Publik bertajuk UU ITE: Melindungi Atau Mengekang Kebebasan Berpendapat di Media Sosial? yang digelar di Aula SMAN 2 Tenggarong, Kamis (08/12) kemarin.
Menurut Darwis Yusuf, jika ada yang keberatan atas opini di media sosial yang mengandung unsur pencemaran nama baik, maka sesuai ketentuan dalam UU No 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) si pembuat opini bisa terancam hukuman pidana.
"Pelaku pelanggaran bisa dikenakan hukuman penjara maksimal 12 tahun, itu aturan UU ITE sebelum direvisi. Tapi setelah direvisi, hukuman penjara turun jadi 4 tahun," ujar Darwis.
Oleh karena itu, Darwis mengimbau kepada masyarakat untuk berhati-hati menyampaikan pendapatnya di medsos, termasuk walau hanya sekedar share berita atau informasi yang menghina atau mencemarkan nama baik seseorang.
"Contohnya kita menggugah berita tentang kepala daerah dari media lain kemudian ditambahkan tulisan yang menyudutkan yang bersangkutan. Kemudian pendukungnya tersinggung dan berpotensi terjadi aksi anarkis karena tidak terima atas perlakukan terhadap pemimpin mereka, maka hal itu akan kena pasal menghina kepala daerah," ujarnya.
Menurut Darwis, penerapan UU ITE bukan untuk mengekang kebebasan berpendapat masyarakat. Pemerintah hanya mengatur dalam penyebaran berita yang baik dan tidak baik, serta yang mengancam keutuhan NKRI, sehingga tidak memberi ruang bebas sebarkan berita kebencian.
"Jika ada yang merasa dirugikan bisa melaporkan ke polisi. Nanti akan ditindaklanjuti dengan penyidikan dan penyelidikan yang melibatkan ahli bidang IT," katanya.
Senada dengan Darwis, Anggota DPRD Kukar H Awang Yacoub Luthman juga mengajak kepada masyarakat pengguna media sosial untuk tidak membagikan berita atau informasi yang bersifat hoax atau tak jelas kebenarannya.
"Masyarakat dan pengguna media sosial harus membentengi diri dengan sifat para Nabi, Siddiq, Amanah, Fathonah dan Tabligh. Sehingga tidak mudah membagikan info atau berita yang kurang jelas kebenarannya," katanya.
Sementara narasumber lainnya yakni Direktur Kukar Kreatif, Erwan Riyadi, Para pengguna media sosial harus hati-hati jika ingin menyampaikan opini lewat media sosial seperti facebook, twitter, instagram dan lain sebagainya. Terlebih jika opini itu menjurus pada penghinaan atau pencemaran nama baik seseorang, maka siap-siap berurusan dengan hukum.
Hal ini disampaikan Kanit Eksus Sat Reskrim Polres Kukar IPTU Darwis Yusuf dalam kegiatan Diskusi Publik bertajuk UU ITE: Melindungi Atau Mengekang Kebebasan Berpendapat di Media Sosial? yang digelar di Aula SMAN 2 Tenggarong, Kamis (08/12) kemarin.
Menurut Darwis Yusuf, jika ada yang keberatan atas opini di media sosial yang mengandung unsur pencemaran nama baik, maka sesuai ketentuan dalam UU No 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) si pembuat opini bisa terancam hukuman pidana.
"Pelaku pelanggaran bisa dikenakan hukuman penjara maksimal 12 tahun, itu aturan UU ITE sebelum direvisi. Tapi setelah direvisi, hukuman penjara turun jadi 4 tahun," ujar Darwis.
Oleh karena itu, Darwis mengimbau kepada masyarakat untuk berhati-hati menyampaikan pendapatnya di medsos, termasuk walau hanya sekedar share berita atau informasi yang menghina atau mencemarkan nama baik seseorang.
"Contohnya kita menggugah berita tentang kepala daerah dari media lain kemudian ditambahkan tulisan yang menyudutkan yang bersangkutan. Kemudian pendukungnya tersinggung dan berpotensi terjadi aksi anarkis karena tidak terima atas perlakukan terhadap pemimpin mereka, maka hal itu akan kena pasal menghina kepala daerah," ujarnya.
Menurut Darwis, penerapan UU ITE bukan untuk mengekang kebebasan berpendapat masyarakat. Pemerintah hanya mengatur dalam penyebaran berita yang baik dan tidak baik, serta yang mengancam keutuhan NKRI, sehingga tidak memberi ruang bebas sebarkan berita kebencian.
"Jika ada yang merasa dirugikan bisa melaporkan ke polisi. Nanti akan ditindaklanjuti dengan penyidikan dan penyelidikan yang melibatkan ahli bidang IT," katanya.
Senada dengan Darwis, Anggota DPRD Kukar H Awang Yacoub Luthman juga mengajak kepada masyarakat pengguna media sosial untuk tidak membagikan berita atau informasi yang bersifat hoax atau tak jelas kebenarannya.
"Masyarakat dan pengguna media sosial harus membentengi diri dengan sifat para Nabi, Siddiq, Amanah, Fathonah dan Tabligh. Sehingga tidak mudah membagikan info atau berita yang kurang jelas kebenarannya," katanya.
Sementara narasumber lainnya yakni Direktur Kukar Kreatif, Erwan Riyadi, selaku pegiat media sosial komunitas anak muda Kukar berharap agar kehadiran UU ITE benar-benar bisa memberi manfaat bagi kemaslahatan bersama.
"Dengan logika ini, saya berpendapat ada dua hal penting yang sebaiknya dilakukan. Pertama, perlu adanya upaya sosialisasi materi UU ITE kepada masyarakat. Dan alangkah baiknya kalau ini diinisiasi dan digerakkan oleh pemerintah sebagai institusi negara yang bertanggung jawab untuk melaksanakan dan mengawal kebijakan dan produk hukum seperti UU ini. Dalam hal ini, masyarakat harus tahu mana yang boleh dan mana yang tidak, dan harus memiliki pemahaman yang sama dengan pemerintah terkait konten UU tersebut," ujarnya.
Kemudian yang kedua, lanjut Erwan, perlu ada upaya edukasi yang mengarah pada pembentukan perilaku yang benar ketika seseorang melakukan transaksi elektronik atau saat menggunakan internet, khususnya medsos, sebagai alat untuk berbagi informasi.
Ditambahkan Erwan, media sosial atau dunia maya memiliki karakteristik yang unik dan tidak sama dengan komunikasi di dunia nyata. Kesalahan-kesalahan kecil yang tidak disengaja, apalagi kesalahan-kesalahan besar yang memang disengaja, bisa berdampak pada hal-hal yang buruk dan berbahaya.
"Pada akhirnya, setiap orang dituntut untuk bisa menggunakan media sosial secara bijak dan melakukan transaksi elektronik secara baik dan benar. Bagi saya, melakukan semuanya dengan sangat hati-hati dan dengan niat yang baik untuk diri sendiri atau self filtering dan lingkungan terdekat kita, rasa-rasanya itu sudah cukup membantu," pungkasnya.
Kegiatan Diskusi Publik tentang UU ITE yang digagas Gerakan Pemuda Mahakam (GPM) ini diikuti para pelajar SMAN 2 Tenggarong serta beberapa pengurus organisasi kepemudaan dan organisasi kemahasiswaan di Kukar.
"Lewat kegiatan ini, kami ingin memberikan edukasi dan sosialisasi UU ITE kepada publik agar cerdas dan bijak dalam menggunakan media sosial. Jadi pengguna media sosial harus paham bahwa ada konsekuensi hukum yang akan diterima jika terjadi pelanggaran dan penyalahgunaan dalam menggunakan media sosial. Semoga kegiatan Diskusi Publik ini bisa memberikan kontribusi yang baik untuk Kukar," demikain kata Ketua GPM, Wawan Amuji. (win)
|