Dewi Hughes: Trafficking Sama Dengan Perbudakan di Era Modern
Dewi Hughes saat berbicara mengenai trafficking dihadapan peserta Sosialisasi dan Inisiasi Pembentukan Gugus Tugas Anti Trafficking di Kukar Photo: Agri
|
KutaiKartanegara.com - 11/08/2006 17:34 WITA
Perdagangan manusia khususnya terhadap perempuan dan anak atau yang dikenal dengan istilah trafficking merupakan sebuah bentuk perbudakan di era modern yang harus diberantas. Upaya pengentasan trafficking inilah yang kerap dikampanyekan presenter kondang Indonesia, Dewi Hughes, dalam kapasitasnya sebagai Duta Nasional Kampanye Anti Perdagangan Perempuan dan Anak Indonesia.
Saat berbicara di hadapan peserta Sosialisasi dan Inisiasi Pembentukan Gugus Tugas Anti Trafficking Kutai Kartanegara (Kukar) di Tenggarong, Kamis (10/08) kemarin, Hughes secara panjang lebar menuturkan perihal trafficking yang disebutnya sebagai suatu kejahatan internasional.
Menurut Hughes, terjadinya trafficking berawal dari lemahnya ekonomi dan pendidikan masyarakat sehingga memaksa perempuan dan anak-anak meninggalkan keluarganya karena ada iming-iming atau paksaan keluarganya untuk bekerja di luar negeri memperoleh penghasilan tinggi. "Akhirnya terjadilah eksploitasi yang sangat rentan terhadap terjadinya trafficking," ujar Hughes.
Dikatakannya, faktor tingkat pendidikan menjadi kunci utama dalam memerangi perdagangan orang. Karena desakan ekonomi dan terbatasnya tingkat pendidikan, maka ketika ada iming-iming calo atau pihak penyelenggara jasa tenaga kerja, maka jadilah istri atau anak-anak perempuan dikirim ke luar negeri hanya menjadi pembantu rumah tangga.
Gaya Hughes saat mengkampanyekan pencegahan masalah trafficking Photo: Agri | | |
Disamping itu, menurut Hughes, tingkat kesadaran mental para orangtua juga memegang peranan penting. Karena masih ada orangtua yang mengekploitasi anak-anaknya untuk bekerja.
"Perdagangan manusia pada dasarnya dimulai dari keluarga yang lemah, baik secara ekonomi maupun pendidikan. Kendati si kepala keluarga sudah berusaha bekerja maksimal. Nah, lantaran hal itulah kepala rumahtangga kemudian menyuruh istri dan anak-anak ikut membantu ekonomi keluarga," tambah Hughes.
Untuk menyelesaikan permasalahan trafficking menurut Hughes sebenarnya sangat sederhana yakni dimulai dari dalam keluarga, terutama bagaimana pola asuh keluarga atau mendidik anak-anak agar tetap bersekolah.
Terkait dengan hal itu, Dewi Hughes melihat bahwa Kukar menjadi prioritas utama karena adanya komitmen kuat dari Kukar dengan telah dicanangkannya program Zona Bebas Pekerja Anak (ZBPA).
"Itulah sebabnya mengapa saya mulai di Kukar yang katanya belum ada trafficking. Saya dan teman-teman dari ICMC mau disini. Saya mau bantu. Karena di Kukar ada komitmen kuat program ZBPA yang merupakan sebuah kerja nyata bagi saya," ungkapnya.
Apalagi, lanjut Hughes, Sekolah di Kukar gratis dan akte kelahiran juga gratis. "Akte kelahiran adalah hak anak untuk mendapatkan identitas. Dengan akte kelahiran anak kita akan ketahuan umurnya berapa, anak siapa, dan bila terjadi sesuatu di kemudian hari maka akan aman jika dia punya identitas," kata Hughes.
Menurut Hughes, selain memberikan perhatian dan kasih sayang kepada anak-anak, hendaknya para orangtua senantiasa mengutamakan pendidikan anak-anak mereka. Karena melalui pendidikan memadai, mereka akan berkembang menjadi sumber daya manusia bermutu bagi masa depan bangsa.
Oleh karena itu, wanita asal Bali yang memiliki nama Desak Made Hugheshia Dewi ini menyatakan kebanggaannya kepada Pemkab Kukar yang telah memberikan perhatian serius di sektor pendidikan dengan menggratiskan biaya pendidikan bagi anak-anak di Kukar. (win)
|