KutaiKartanegara.com 17/02/03
Bupati Kukar Drs H Syaukani HR MM yang juga selaku Ketua Umum Assosiasi Pemerintah
Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) mengatakan dapat menerima wacana revisi UU No. 22 dan
25 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.
"Namun bila revisi tersebut
semangatnya tidak mencerminkan sistem pemerintahan disentralisasi atau paling tidak revisi
tersebut semakin mengurangi semangat yang telah ada pada kedua Undang-undang tersebut maka
kita di daerah sepakat untuk melakukan perang habis-habisan melawan pemerintah pusat
hingga titik darah penghabisan." kata Syaukani.
Hal tersebut diungkapkannya ketika
ditanya wartawan media cetak dan elektronik usai mengikuti pemaparan yang disampaikan oleh
mantan Menristek dan Ketua LIPI, Mohamad A. S. Hikam yang bertema "Otonomi Daerah
Dalam Konteks Nasionalisme" pada pembukaan semiloka Percepatan Pembangunan Kutai
Kartanegara yang digagas Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kutai Kartanegara di
Tenggarong belum lama ini.
Menurut Syaukani sesuatu yang telah
dilahirkan (UU No. 22 dan 25 tahun 1999) tidak mungkin ditarik kembali. Diakui Syaukani
kedua UU tersebut belum sepenuhnya mencerminkan sistem desentralisasi pemerintahan yang
sesungguhnya.
"Kedua UU itu masih setengah
hati, pemerintah pusat jelas enggan untuk melepaskan kekuasaannya dan tetap menginginkan
diberlakukannya sistem pemerintahan yang sentralistik yang ternyata selama kemerdekaan ini
tidak memberikan apa-apa kepada rakyat di daerah." kata Syaukani.
Dikatakannya keterpurukan yang
terjadi di segala bidang di Indonesia saat ini adalah akibat kuatnya sistem pemerintahan
yang integralistik dan sentralistik. "Kalau memang pemerintah pusat bertekad untuk
tetap melakukan revisi seharusnya di sana (pemerintah pusat-red) mendengar terlebih dulu
aspirasi di daerah jangan main revisi-revisian."
"Kalau kita mau jujur
diberlakukannya sistem desentralistis ini adalah akibat dari reformasi, seandainya
reformasi ini tidak ada mana mungkin otonomi daerah dapat kita lakukan. Jadi dengan
demikian otonomi daerah adalah buah reformasi yang harus kita pertahankan dan kita
kembangkan bersama. Kalau kembali ke sistem lama yang sentralistik berarti kita mundur,
ini berarti bangsa dan negara Indonesia tidak beranjak dari dulu-dulu juga padahal kita
telah merdeka selama 50 tahun lebih dan menghadapi era globalisasi yang mana di dalamnya
ditandai dengan kemandirian dan kompetisi," tambah Ketua Umum APKASI ini.
"Saya harapkan jika pusat
bertekad untuk merevisi kedua UU ini sebaiknya lebih mengacu kepada pemberdayaan dan
pengembangan masyarakat daerah sesuai dengan amanat pasal 18 UUD 1945, bukan pengebirian
seperti yang telah dilakukan pada zaman Orla dan Orba. Yang jelas saya tidak menolak dan
apriori terhadap revisi namun saya ingin mengingatkan jangan sekali-kali mengurangi yang
sudah ada ini. Saya ingin Negara Kesatuan Republik Indonesia tetap utuh dengan
melaksanakan sistem desentralisasi." tandas Bupati Kukar yang akrab dipanggil pak
Kaning ini.
Dicontohkan Syaukani berkat otonomi
daerah Pemda Kutai Kartanegara mampu memberikan Rp 2 milyar per desa per tahun sedang di
Kutai Timur Rp. 100 juta/desa dan di daerah lain di Indonesia masing-masing Kabupaten/Kota
juga memberikan bantuannya lebih meningkat dibanding sebelum dilaksanakannya sistem
desentralistik.
Ditanya apakah daerah memiliki
kekuatan dan bagaimana melawan pusat oleh Syaukani dikatakan, paling tidak kita akan
melakukan konsolidasi semua komponen masyarakat daerah di seluruh Indonesia untuk
memboikot berbagai kepentingan pusat di daerah terutama di bidang ekonomi, kan pusat tidak
berarti apa-apa kalau tidak ada daerah yang mendukungnya. (joe) |